Rahasia Nancie atwell Guru terbaik dunia di tahun 2015

Jakarta - Pada Minggu (15/3/2015) lalu, senyum Nancie Atwell mengembang. Namanya disebutkan menjadi pemenang Global Teacher Prize di Dubai Uni Emirat Arab, yang baru pertama kali diadakan tahun ini. Atwell mengalahkan 9 finalis guru-guru terbaik dari seluruh dunia. Apa rahasia mengajar Atwell?

Padahal saat remaja dulu, Atwell (63) sama sekali tak berharap untuk menjadi guru bahkan untuk berkuliah sekalipun. Namun saat pertama kali mengajar, pada tahun 1973, Atwell saat itu merasa seperti di rumah.

Dia lantas mendirikan Center for Teaching and Learning (CTL) tahun 1990 yang berbasis di Edgecomb, Maine, Amerika Serikat (AS). Saat kebanyakan sekolah di AS itu mendorong murid-muridnya untuk mendapatkan nilai ujian yang tinggi, Atwell malah berpendapat bahwa penting bagi banyak lembaga pendidikan melihat kualitas pendidikan secara nyata daripada hanya mereduksinya menjadi sekedar angka-angka. 

"Tolok ukur untuk mengukur prestasi guru, terutama di AS, saya rasa tidak akurat dan manusiawi. Saya ingin menjadi model untuk jenis guru yang otonom, kreatif dan bijaksana," jelas Atwell seperti dikutip dari NPR yang ditulis, Jumat (20/3/2015).

Dia melihat penilaian pada siswa mengubah guru menjadi teknisi, yang hanya membaca skrip. Guru yang sebenarnya, harus kreatif untuk membuat kurikulum itu efektif pada setiap individu siswa.

Sekolah yang didirikan Atwell kini telah dikenal karena kelas kecil, hanya 16-18 siswa tiap kelas, bahkan TK hanya menerima 8-9 siswa. Kemudian sekolah ini menerapkan kurikulum berbasis riset dan pelatihan program guru yang bagus. 

Dalam menjalankan sekolah ini, Atwell menyediakan perpustakaan di tiap kelas yang memiliki buku ratusan, bahkan ribuan buku. Dari situs CTL, c-t-l.org, disebutkan, dengan adanya perpustakaan di tiap kelas itu, sekolah mendorong siswanya untuk membaca setiap hari. Siswa dibebaskan memilih buku yang akan dibacanya sesuai minat, yang penting mesti ada buku untuk dibaca. Tak heran, untuk kelas 7 dan 8 di sekolah ini siswa bisa membaca hingga 40 buku per tahun. 

"Saya sangat terinspirasi oleh semua siswa-siswa saya, terutama kelas 7 dan kelas 8. Mereka sangat tidak terhambat, dan jika Anda meminta mereka melakukan sesuatu, mereka akan mengerjakannya dengan kepala dan hati," tutur Atwell.

Apakah cuma membaca? Tidak. Ternyata, CTL juga mengadakan workshop menulis setiap hari. Siswa didorong mengembangkan topik mereka sendiri, menulis dalam berbagai genre, berdiskusi secara aktif dengan guru mengenai perkembangan ide-ide tulisannya hingga siswa itu mendapatkan pengakuan dengan menulis yang bagus.

Untuk pelajaran sains, seperti matematika, CTL mengajarkannya berbasis riset. Pula dalam pelajaran sejarah, sekolah Atwell juga mengajarkannya seakan-akan siswa adalah seorang peneliti konsep secara berpasangan mulai dari peradaban kuno, sistem, membangun negara, geologi/palaeontologi, imigrasi, AS abad ke 19 dan 20 hingga kehidupan masa kini. Ada fasilitas laboratorium sains, juga kunjungan lapangan, mendatangkan guru tamu dari para pakar, percobaan, proyek riset, kolaborasi dengan agen lingkungan dan institusi, juga mengeksplorasi seni. 

Rapornya, menggunakan portofolio kemajuan setiap perkembangan individu siswa. Rapor ini dibahas oleh pertemuan guru-murid untuk memvisualisasikan tumbuh kembang para siswa hingga membantu merencanakan tujuan ke depannya.

Dengan sistem yang bagus, apakah biaya sekolahnya mahal? Ternyata, dikutip dari deseretnews.com, biaya sekolah ini per tahun mencapai US$ 9 ribu atau Rp 118 juta-an. Untuk ukuran sekolah swasta yang terletak di pantai timur AS, biaya sekolah per tahun di sekolah Atwell ini adalah sepertiga dari rata-rata biaya tahunan sekolah swasta. Bahkan, sekolah ini memberikan biaya subsidi pada 80 persen siswa.

"Orang tua siswa kami mewakili berbagai banyak kalangan, beberapa di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Kami mengatur biaya sekolah sepertiga dibanding sekolah independen lain di wilayah kami. Kami secara substansial mensubsidi biaya pada keluarga berpendapatan rendah. Tahun lalu, kurang dari 20 persen siswa kami yang membayar penuh biaya sekolah," demikian kata Atwell seperti dikutip dari situs CTL dalam laman 'Donate' alias Donasi. 

Namun, baru-baru ini Atwell memberikan sendiri donasi ke sekolahnya. Dari pemenang Global Teacher Prize pertama yang digelar The Varkey Foundation, yayasan yang berbasis di Dubai ini, Atwell mendapatkan hadiah uang tunai senilai US$ 1 juta atau sekitar Rp 13 miliar. Hadiah diberikan oleh mantan Presiden AS Bill Clinton sebagai Honorary Chairman of the Varkey Foundation dan His Highness Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum, Wapres sekaligus PM UAE dan penguasa Dubai.

Atwell menyerahkan semua hadiah uang tunai itu pada sekolahnya. "Ini tak mementingkan diri sendiri, tapi berkomitmen pada pelayanan publik," ungkap guru yang sudah menelurkan beberapa buku mengajar ini.

Dengan hadiah itu, Atwell akan mengembangkan lagi sistem perpustakaan di sekolahnya dan tetap mempertahankan keberagaman latar belakang siswa, di mana 80 persennya menerima subsidi biaya sekolah.

Comments

Popular posts from this blog

Cara mengobati terkena Ikan lepu dan sembilang serta ikan berbisa lainya

IKAN TOKAK

Pondok buruk Film mengharukan dan buat menangis