konsep pemikiran pendidikan, ibnu jamaah, hasyim asyari,imam al ghazali,ibnu khaldun, azyumardi azra

        BAB  I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Karakteristik pemikiran pendidikan Islam yang berkembang sangat beragam. Keberagaman ini dipengaruhi oleh konstruksosial politik dan keagamaan yang berkembang sehingga antara ciri khas sebuah pemikiran atau literatur dengan keadaan sosial ketika itu memiliki korelasi yang signifikan. Disamping itu, situasi dan pengalaman pribadi seseorang juga turut mempengaruhi corak literatur tersebut. Hasan langgulung menggolongkan literatur kependidikan Islam ke beberapa corak yaitu pertama, corak pemikiran pendidikan yang awalnya adalah sajian dalam spesifikasi fiqh, tafsir dan hadits. Corak ini diwakili oleh Ibn Hazm dengan karyanya al-Mufashal fi al-Milal wa al-Ahwa wa al-nihal. Kedua, corak pemikiran pendidikan yang bermuatan sastra. Contohnya adalah Abdullah bin al-Muqaffa dalam karyanya Risalat al-Shahabah. Ketiga, corak pemikiran pendidikan  Islam yang berdiri sendiri dan berlainan dari beberapa corak diatas, tetapi tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan al-Hadits.

 B.     Rumusan Masalah
 1 . Konsep Pendidikan Ibnu Jama’ah
2 . Konsep pendidikan Mahmud yunus
3 . Konsep pendidikan Hasyim asyari
4 . Konsep pendidikan Imam al-Ghazali
5 . Konsep pendidikan Ibnu khaldun
6.  Konsep pendidikan Azyumardi azra
7.  Konsep Pendidikan Zakiyah Darajat

BAB II
Konsep Pemikiran Pendidikan Ibnu Jamaah

1 . Konsep Pendidikan Ibnu Jama’ah

Konsep pendidikan yang dikemukakan Ibnu Jama’ah secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Dalam buku tersebut beliau mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang yang mencarinya. Keseluruhan konsep pendidikan Ibnu Jama’ah ini dapat dikamukakan sebagai berikut : 

A . Konsep Guru/Ulama
       Menurut Ibnu Jama’ah bahwa ulama sebagai mikrokosmos manusia dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair al-bariyah). Atas dasar ini, maka derajat seorang alim berada setingkat dibawah derajat Nabi. Hal ini didasarkan pada alasan karena para ulama adalah orang yang paling takwa dan takut kepada Allah SWT. 
                                                                                                                                   
      
B . Peserta Didik
       Menurut Ibnu Jama’ah peserta yang baik adalah peserta didik yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk memilih, memutuskan dan mengusahakan tindakan-tindakan belajar secara mandiri, baik yang berkaitan dengan aspek fisik, pikiran, sikap maupun perbuatan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peserta didik telah melewati masa kanak-kanak yang dalam tradisi pendidikan islam biasanya belajar di kuttab.    Ibnu jama’ah sangat mendorong para siswa agar mengembangkan kemampuan akalnya.

Menurut Ibnu Jama’ah bahwa akal merupakan anugerah dari Tuhan yang sangat istimewa dan berharga, dan oleh karenanya patut disyukuri dengan jalan memanfaatkannya secra optimal. Atas dasar ini, maka IbnuJama’ah menganjurkan agar seiap peserta didik mengembangkan daya inteleknya guna menemukan kebenaran-kebenaran yang ada dalam kajian apapun, termasuk dalam kajian keimanan atau ibadah. Dengan menggunakan akal tersebut, setiap siswa akan menemukan hikmah dari setiap bidang kajian ilmu yang dipelajarinya. Sejalan dengan pemikiran tersebut diatas, Ibnu Jama’ah telah memberikan petunjuk dan doringan yang sangat jelas bagi peserta didik, yaitu agar tekun dan benar-benar giat dalam mengasah kecerdasan akalnya, serta menyediakan waktu-waktu tertentu untuk mengembangkan daya inteleknya itu. 

C . Materi Pelajaran/Kurikulum 
       Materi pelajaran yang dikemukakan Ibnu Jama’ah terkait dengan tujuan belajar, yaitu semata-mata menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, dan tidak untuk kepentingan mencari dunia atau materi. Sejalan dengan tujuan tersebut diatas, maka materi pelajran yang diajarkan harus dikaitkan dengan etika dan nilai-nilai spiritualitas. Dengan demikian, ruang lingkup epistimologi persoalan yang dikaji oleh pesrta didik menjadi meluas, yaitu meliputi epistimologi kajian keagamaan dan epistimologi diluar wilayah keagamaan (sekuler). Namum demikian wilayah kajian sekuler tersebut harus senantiasa mengacu kepada tata nilai religi. Namum demikian, Ibnu Jama’ah lebih menitikberatkan pada kajian materi keagamaan. Hal ini antara lain terlihat pada pandangannya mengenai urutan matrei yang dikaji sangat menampakkan materi-materi keagamaan. Urutan mata pelajaran yang dikemukakan Ibnu Jama’ah adalah pelajaran Al-quran, tafsir, hadits, ulum al-hadits, ushul al-fiqh, nahwu dan shorof. Setelah itu dilanjutkan dengan pengembangan-pengembangan bidang lain dengan tetap mengacu kepada kurikulum diatas. Menurut Ibnu jama’ah, bahwa kurikulum yang penting dan mulya haruslah didahulukan dengan kurikulum lainnya. Ini artinya bahwa pesrta didik dapat melakukan kajian terhadap kurikulum diatas secara sistematik.
                                                                                                                                   
            Ibnu Jama’ah memprioritaskan kurikulum Al-Qur’an daripada yang lainya. Mengedepankan kurikulum ini agaknya tepat. Karena sebagaimana pendapat Muhammad Faisal Ali Sa’ud, kurikulum Al-Qur’an merupakan cirri yang membedakan antara kurikulum pendidikan Islam dengan pendidikan lainya. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan Al-Qur’an Al-Karim, dan ditambah dengan Al-Hadits untuk melengkapinya. 

D . Metode Pembelajaran 
Konsep Ibnu Jama’ah tentang metode pembelajaran banyak ditekankan pada hafalan ketimbang dengan metode lain. Metode hafalan memang kurang memberikan kesempatan pada akal untuk mendayagunakan secara maksimal proses berfikir, akan tetapi, hafalan sesungguhnya menantang kemampuan akal untuk selalu aktif dan konsentrasi dengan pengetahuan yang didapat. Selain metode ini, beliau juga menekankan tentang pentingnya menciptakan kondisi yang mendorong kreativitas para siswa, menurut beliau kegiatan belajar tidak digantungkan sepenuhnya kepada pendidik, untuk itu perlu diciptakan peluang-peluang yang memungkinkan dapat mengembangkan daya kreasi dan daya intelek peserta didik.

E . Lingkungan Pendidikan 
Para ahli pendidikan sosial umumnya berpendapat bahwa perbaikan lingkungan merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Sejalan dengan hal diatas Ibnu Jama’ah memberikan perhatian yang besar terhadap lingkungan. Menurutnya bahwa lingkungan yang baik adalah lingkungan yang didalamnya mengandung pergaulan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis.
                                   
2 . Konsep Pemikiran Pendidikan Mahmud Yunus

A . Tujuan pendidikan
Dari segi tujuan pendidikan Islam, terlihat pada gagasannya yang menghendaki agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan lulusan pendidikan yang belajar di sekolah-sekolah yang sudah maju, bahkan lulusan pendidikan Islam tersebut mutunya lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu umum juga memiliki wawasan dan kepribadian Islam yang kuat. Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah untuk mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta mengamalkannya.
Tujuan inilah yang dilaksanakan oleh madrasah-madrasah, seluruh dunia Islam beratus-ratus tahun lamanya sesudah mundurnya negara Islam, di madrasah ini hanya diajarkan ilmu-ilmu: tauhid, fiqh, tafsir, Hadits, nahwu, sharaf, balaqah dansebagainya. Sedangkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan diniawi tidak diajarkan sama sekali, bahkan dahulunya ada ulama yang mengatakan haram mengajarkan ilmu-ilmu alam, kimia, dan ilmu-ilmu lain yang disebut ilmu umum.
Tujuan yang demikian itu, menurut Mahmud Yunus terasa masih kurang, tidak lengkap dan tidak sempurna. Tujuan yang demikian membuat umat Islam menjadi lemah dalam kehidupan di dunia dan tidak sanggup mempertahankan kemerdekaannya. Dari sini Mahmud Yunus menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan anak-anak didik agar pada waktu dewasa kelak mereka sanggup dan cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia akhirat.




B . Kurikulum pendidikan Islam
Mahmud Yunus adalah orang yang pertama kali memelopori adanya kurikulum yang bersifat integrated, yaitu kurikulum yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum di lembaga pendidikan Islam, khususnya dalam mengembangkan pengajaran bahasa Arab. pada mulanya pengajaran bahasa Arab lebih banyak menekankan aspek gramatika tanpa diimbangi kemampuan menggunakannya dalam bentuk dengan membuat metode pengajaran baru yang ia kenalkan dengan nama al-Thariqah al-Mubasyarah (direct methode) yang mengajarkan berbagai komponen ilmu bahasa Arab secara integrated dan diletakkan pada penerapannya dalam percakapan sehari-hari.
Mahmud Yunus menawarkan kurikulum pengajaran bahasa Arab yang integrated antara satu cabang lainnya dalam ilmu bahasa Arab. seorang anak didik diberikan cabang-cabang ilmu bahasa Arab yang dipadukan dengan menerapkannya dalam pergaulan hidup sehari-hari. Menurut Mahmud Yunus, jika di sekolah-sekolah swasta Belanda, bahwa Belanda dijadikan sebagai bahasa pengantar, maka tidaklah salah jika di madrasah bahasa Arab bisa dijadikan bahasa pengantar dalam mempelajari ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu lainnya.
Mahmud Yunus, secara garis besar menggambarkan pokok-pokok rencana pelajaran pada berbagai tingkatan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, rencana pelajaran kuttab (pendidikan dasar) membaca al-Qur'an dan menghafalnya, pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudhu, shalat, puasa, menulis, kisah atau riwayat orang-orang besar Islam, membaca dan menghafal syair-syair berhitung, pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya.
Lama belajar di kuttab ini, tidaklah sama, tergantung kepada kecerdasan dan kemampuannya masing-masing anak, karena system pengajaran pada masa itu belum dilaksanakan secara klasikal sebagaimana umumnya sistem pengajaran sekarang.



C. Metode dan Pengajaran Pendidikan Islam

Menurut Mahmud Yunus metode adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru untuk memberikan berbagai pelajaran kepada murid-murid dalam berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah khittah (garis) yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas waktu mengajar.
Sehubungan dengan penerapan metode pada suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus juga sangat memperhatikan psikologi anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan agar pelajaran dapat memahami dan diingat secara kritis oleh murid. Selanjutnya ia juga amat menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari sistem ajaran Islam.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik memahami gejolak jiwa, kecenderungan potensi, kemampuan dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak dengan sebaik-baiknya.
Mahmud Yunus menganjurkan agar setiap pelajaran yang disajikan dapat disesuaikan dengan waktu dan suasana serta menggunakan metode yang bervariasi. Sesungguhnya cara mengajar itu tidak sama, bahkan berlain-lainan menurut mata pelajaran yang diajarkan. Cara mengajarkan bahasa Arab atau Inggris berlainan dengan cara mengajarkan ilmu bumi, cara mengajarkan berhitung tidak sama dengan cara mengajarkan sejarah. Maka tiap-tiap mata pelajaran itu mempunyai jalan (metode) yang khusus, tidak dapat disama ratakan saja. Oleh sebab itu metode (cara-cara) mengajar terdiri dari dua macam antara lain: Pertama: cara mengajar umum yang meliputi .


1) Metode penyimpulan, yaitu guru menuliskan contoh-contoh di papan tulis kemudian dibahas bersama-sama murid, sehingga diambil kesipulan.tujuan metode ini membiasakan muridberfikirsendiri;
2) Metode Quasiyah yaitu mula-muladisebutkan kaedahdan hukum umum, kemudian diterangkan contoh-contohnya. Metode ini tidak menyuruh murid untuk berfikir dan percara diri, menerima apa adanya dari guru.
3)Metode membahas dan mengkiaskan, yaitu guru dan murid sama-sama menyimpulkan dan berpindah kaedah;
4) Metode memberitakan atau ceramah, metode ini sesuai untuk mahasiswa, tetapi tidak sesuai untuk murid di sekolah rendah, menengah pertama dan menengah keatas;
5) Metode bercakap-cakap dan tanya jawab, yaitu metode bercakap-cakap dan tanya jawab untuk mendapatkan suatu kebenaran. Tujuannya ialah memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam otak murid-murid dan membiasakan mereka membahas untuk mendapatkan kebenaran.

Kedua: metode mengajar modern yang meliputi: 1) metode menyelidik yaitu membahas mata pelajaran dalam kitab yang ditentukan oleh guru kepada murid-murid, supaya mereka pelajari dengan sendirinya dan harus selesai dalam waktu yang ditentukan; 2) metode mentakjubkan (menghargai) yaitu murid banyak diam, banyak mendengarkan, guru langsung masuk ke dalam hati murid dengan perkataan yang manis, sehingga mereka terpesona ke dalam hati murid dengan perkataan yang manis, sehingga mereka terpesona dibawa oleh guru kearah tujuan yang dikehendakinya; 3) metode latihan (Drill), karena dengan tidak ada satu pelajaran yang dapat lancar dan sukses dengan tidak ada latihan dan ulangan.






3 . Konsep Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asyari

Pemikiran yang palin mendasar dari KH. Hasyim Asyari adalah membangun sebuah pondok pesantren di kawasan orang yang masih jauh dari keagamaan dan tujuannya adalah mengembalikan dasar agama yang dulu rapuh dan ingin menjadikan kuat seperti yang dulu, agar masyarakat daerah yang di tempat itu kembali mengenal agama.
Karakteristik pemikiran pendidikan Islam yang berkembang sejak masa awal Islam hingga sekarang sangat beragam. Keberagaman ini dipengaruhi oleh kontruk sosial, politik dan keagamaan yang berkembang sehingga antara ciri khas sebuah pemikiran atau literature dengan keadaan sosial ketika iu memiliki korelasi yang signifikan.
Namun demikian menurut Hasan Langgung, tokoh kependidikan kontemporer pada dasarnya literatur kependidikan Islam itu digolongkan ke beberapa corak. Pertama, corak pemikiran pendidikan yang awalnya adalah sajian dalam spesifikasi fiqh, tafsir, dan hadist kemudian mendapatkan perhatian tersendiri dengan mengembangkan aspek-aspek pendidikan. Model ini diwakili oleh Ibn Hazm (384-456 H). Kedua,corak pemikiran pendidikan yang bermuatan sastera. Contohnya adalah Abdullah bin al-Muqaffa’ (106-142 H/724-759M). Ketiga, corak pemikiran pendidikan Islam filosofis. Sebagai contohnya adalah corak kependidikan yang dikembangkan.
 Oleh aliran Mu’tazilah, ikhwah al-Shafa dan para filosof. Keempat, Pemikiran pendidikan Islam yang bediri sendiri dan berlainan dari beberapa corak diatas, tetapi ia tetap berpegang teguh pada semangat al-Qur’andan al-Hadist. Jika mengacu pada klasifikasi Hasan Langgulung di atas maka tampaknya Adab al-Alim wa al-Muta’allim dapat digolongkan pada corak yang terakhir. Hal ini didasarkan atas kandungan dalam kitab-kitab tersebut tidak memuat kajian-kajian dalam spesifikasi fiqh, sastera, dan filasafat. 
 
   4 . Konsep Pemikiran Imam al -ghazali

A . Pemikiran Tentang Pendidikan

Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantarkan anda kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu ia menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas
Mengingat pendidikan itu penting bagi kita, maka al-Ghazali menjelaskan juga tentang tujuan pendidikan, yaitu :

1 . Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran  diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah.
2 . Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
3 .Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan
    Sebaik baiknya
4  Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan
    Sifat2 tercela                                                                                  

5. Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun
            Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:

1. Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
            Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.


2.Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
            Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu metafisika dan d. Ilmu matematika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:





1. Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
3. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at),
4. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

A. Metode Pendidikan
            Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh anak didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.Didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
            Kedua:Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.Ketiga:Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Demikian itu metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.
            Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar.


6.  Konsep Pendidikan Azyumardi Azra
                 
                  Proses peningkatan kualitas sumber daya manusia yang merupakan sasaran pembangunan nasional saat ini, merupakan tanggung jawab masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun sukar untuk dibantah bahwa pendidikan merupakan hal yang utama kedudukannya dan sangat urgen dalam proses peningkatan sumber daya manusia. Hal ini relevan dengan apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (DEPDIKNAS 2003: 2).
            Menurut Azyumardi Azra pendidikan Islam adalah  suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW., agar dapat mencapai derajat yang tinggi supaya ia mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, dan berhasil mewujudkan kebahagiaan di Dunia dan Akhirat (Azra, 1999 : 5)
Azyumardi Azra merumuskan, bahwa pendidikan secara umum adalah proses pemindahan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya (reformasi-pendidikan-suatu-keharusan : 15 mei 2013) dengan kata lain bahwa pendidikan ini adalah salah satu cara  mempersiapkan generasi pemimpin bangsa yang intelektual dan sebagai media untuk melanjutkan estapet-estapet perjuangan serta budaya bangsa. Ditegaskan lagi bahwa Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.(azra 1999 :3)





A.  Sumber Pendidikan Islam
            Dari kosep Pengertian pendidikan Agama Islam menurut Azyumardi Azra sebelumnya, telah disinggung ada beberapa  sumber-sumber pendidikan Islam dalam pandangan Azyumardi azra yang telah ia rincikan menjadi enam komponen antara lain :
1.   Al-Qur’an, sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad  menjadi sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama.
2.  Sunnah Nabi Muhammad; segala yang dinukilkan  dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan perjalanan hidup; baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Rasul, maupun sesudahnya. Oleh sebab sunnah mencerminkan prinsip, manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqriri nabi, maka beliau menjadi tauladan yang harus diikuti.
3.   Kata-Kata Sahabat Nabi Saw. Para sahabat nabi bergaul dengannya dan banyak mengetahui Sunnah Nabi yang menjadi sumber kedua pendidika Islam.
4.   Kemaslahatan Masyarakat. Maslahat artinya membawa manfaat dan menjauhkan mudharat. Tegaknya manusia dalam agama, kehidupan dunia dan akhiratnya adalah  dengan berlakunya kebaikan dan terhindarnya dari keburukan. Kemaslahatan manausia tidak mempunyai batas dimana harus berbakti. Ia berkembang dan berubah dengan perubahan zaman dan berbeda menurut tempat.
5.   Nilai-Nilai Adat dan Kebiasaaan-Kebiasan Sosial. Adat dan kebiasaan tersebut tentunya yang positif. Hal ini sesuai dengan pandangan, bahwa pendidikan adalah usaha pemeliharaan, pengembangan dan pewarisan nilai-nilai budaya masyarakat yang positif.
6.   Hasil Pemikiran-Pemikiran dalam Islam. Pemikiran yang dimaksud adalah pemikiran para filosof, pemikiran pemimpin, dan intelektual muslim khususnya dalamb idang pendidikan dapat dijadikan referensi (sumber) bagi pengembangan pendidikan Islam.


7 .    Konsep Pendidikan Agama Islam Menurut Zakiah Daradjat

       Kata pendidikan yang umum digunakan, dalam bahasa arab adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa arab adalah “ ta’lim” dengan kata kerja “allama”. Sehingga pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arab “tarbiyah wa’ta’lim” sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa arab “tarbiyah islamiyah”.
Kata kerja rabba yang berarti sifat-sifat tuhan yaitu mendidik, mengasuh maupun memelihara. Sedangkan kata ta’lim hanya sekedar mengandung hanya memberi tahu atau memberi pengetahuan. Oleh karena itu, lebih sering menggunakan kata “rabba”, dengan terkandung arti pembinaan, pemimpin dan lain-lain.
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang mengajarkan  tentang akhlaq mulia serta membentuk dan mengarahkan kepribadian baik dan benar disamping itu, Pendidikan Agama Islam mencakup segala bidang kehidupan manusia dimana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat menanam benih amaliyah di akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai amaliyah islamiyah dalam pribadi manusia baru dapat efektif bila dilakukan melalui proses pendidikan yang berjalan di atas kaidah agama Islam.
Pendidikan Agama Islam menurut zakiyah Darajat adalah usaha yang ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud melalui amal perbuatan dan Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat teoritis juga termasuk praktis.

2.   Tujuan Pendidikan Agama Islam menurut Zakiyah Darajat
A.  Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik,
B.  Tujuan Akhir
Pendidikan Islam berlangsung selama hidup, maka tujuan, akhimya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Pendidikan Islam berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
Dalam dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses pendidikan itu yang dapat diangap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati akan menghadap tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.
C.  Tujuan Sementara
 Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anal didik diberi sejumlah pengalaan tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikuu pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah keihatan meskipun dalam ukuran sederhana. Sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
D.  Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan yang praktis yang akan dicapai dengan jumah kegiatan penduduk tertentu. Daam pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut juga tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Dalam operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih dintonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.








BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1.   Dia adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “pembela Islam” (hujjatul Islam), hiasan agama (Zainuddin), samudra yang menghanyutkan (bahrun mughriq), dan pembaharu agama. Gelar ini didasarkan pada keluasan ilmu dan amalnya serta hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan dalam mempertahankan ajaran agama dari berbagai serangan.
2 .  Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa pendidikan itu adalah proses memanusiakan manusia yang bertujuan membentuk insan kamil untuk menjadi khalifah di bumi. Dan dengan adanya pendidikan ini diharapkan manusia mampu mencapai tujuan hidupnya di dunia dan akherat, dan hidup yang berpedoman al-Qur’an dan Hadits.
3.   Imam Al-Ghazali memiliki banyak karangan yang dipakai dalam hal pengeaguan pendidikan, dan beliau merupaka salah satu guru besar dalam ilmu pengetahuan.
4.   Perbedaan pembaruan islam ini dari tokoh tokoh nya semuanya berdasar pada al quran dan hadits
5.   Beberapa tokoh diatas sebagian dari Indonesia.
6.   tokoh pembaruan islam ini sangat teguh walaupun mereka di caci tak akan bisa membuat pondok pesantren di daerah orang yang jauh dari agama.


Comments

Popular posts from this blog

Cara mengobati terkena Ikan lepu dan sembilang serta ikan berbisa lainya

IKAN TOKAK

Pondok buruk Film mengharukan dan buat menangis